Penyebab Runtuhnya Daulah Bani Umayyah
Beberapa sebab-sebab hancurnya daulah Bani Ummayah secara umum adalah:
1. Figur khalifah yang lemah
pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus merupakan sebab awal runtuhnya Daulah Bani Umayyah. Sebelum masa Islam, Damaskus merupakan ibu kota kerajaan Byzantium. Keadaan ini mempengaruhi kehidupan keluarga khalifah dan bangsawan istana. Gaya hidup bangsawan Byzantium mulai ditiru dan akhirnya gaya hidup keluarga Bani Umayyah. Mereka terbiasa menjalani kehidupan mewah dan jauh dari gaya hidup Islami, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasidin. Hal itu menyebabkan khalifah menjadi figur yang lemah.
Sebelum masa pemerintahan Hisyam, seperti yang ditunjukkan oleh Yazid II, para khalifah bahkan menghabiskan waktu dengan berburu dan minum anggur. Mereka lebih sibuk dengan musik dan syair daripada AlQur'an dan urusan Negara.
2. Hak istimewa bangsa Arab Suriah
Nenek moyang Bani Umayyah yang bernama Umayyah bin Abdi Syam telah lama menetap di Suriah jauh sebelum Islam datang. Oleh karena itu, kehidupan dan keberlangsungan Bani Umayyah tidak bisa terlepaskan dari orang-orang Suriah. Kekuatan militer Bani Umayyah sebagian besar tentara terdiri orang-orang Suriah. Keadaan ini selanjutnya membentuk kelas-kelas sosial dan tingkatan masyarakat. Orang Suriah akhirnya memiliki kelas tertinggi diantara warga lainnya.
Keadaan ini memunculkan kecemburuan kaum muslimin Arab di Madinah, Makah dan Irak. Kecemburuan yang lebih besar lagi ditunjukkan oleh orang-orang muslim non Arab pada umumnya dan khususnya orang Islam Persia. Khalifah-khalifah Bani Umayyah bahkan menunjukkan sikap permusuhan dengan mereka. Bahkan derajat mereka diturunkan sebagai Mawali, yaitu orang yang sangat tergantung nasibnya pada majikannya, orang-orang Arab. Mereka mengeluh atas perlakuan itu dan memandangnya sebagai hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan ajaran Islam.
3. Pemerintahan yang tidak demokratis dan korup.
Dalam Perjanjian Amul Jamaah, Muawiyah bin Abu Sufyan bersedia memenuhi syarat yang diajukan Hasan bin Ali bahwa pemilihan khalifah sesudahnya akan dilakukan dengan musyawarah dan pemilihan yang demokratis dari umat Islam. Namun, Muawiyah mengingkari janji itu. Ia bahkan menunjuk anaknya, Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota. Hal ini berlangsung turun-temurun.
4. Persaingan antar suku
Sikap pilih kasih Bani Umayyah kembali memunculkan hal ini. Suku-suku Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Arab Utara yang disebut Arab Qaisy atau Madari dan bangsa Arab Selatan yang disebut Arab Yamani atau Himsyari. Dalam pertikaian itu, Bani Umayah mendukung suku Arab Yamani. Serangkaian peperangan yang terjadi antar suku Arab itu sangat memperlemah kekuatan Bani Umayah.
1. Figur khalifah yang lemah
pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus merupakan sebab awal runtuhnya Daulah Bani Umayyah. Sebelum masa Islam, Damaskus merupakan ibu kota kerajaan Byzantium. Keadaan ini mempengaruhi kehidupan keluarga khalifah dan bangsawan istana. Gaya hidup bangsawan Byzantium mulai ditiru dan akhirnya gaya hidup keluarga Bani Umayyah. Mereka terbiasa menjalani kehidupan mewah dan jauh dari gaya hidup Islami, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasidin. Hal itu menyebabkan khalifah menjadi figur yang lemah.
Sebelum masa pemerintahan Hisyam, seperti yang ditunjukkan oleh Yazid II, para khalifah bahkan menghabiskan waktu dengan berburu dan minum anggur. Mereka lebih sibuk dengan musik dan syair daripada AlQur'an dan urusan Negara.
2. Hak istimewa bangsa Arab Suriah
Nenek moyang Bani Umayyah yang bernama Umayyah bin Abdi Syam telah lama menetap di Suriah jauh sebelum Islam datang. Oleh karena itu, kehidupan dan keberlangsungan Bani Umayyah tidak bisa terlepaskan dari orang-orang Suriah. Kekuatan militer Bani Umayyah sebagian besar tentara terdiri orang-orang Suriah. Keadaan ini selanjutnya membentuk kelas-kelas sosial dan tingkatan masyarakat. Orang Suriah akhirnya memiliki kelas tertinggi diantara warga lainnya.
Keadaan ini memunculkan kecemburuan kaum muslimin Arab di Madinah, Makah dan Irak. Kecemburuan yang lebih besar lagi ditunjukkan oleh orang-orang muslim non Arab pada umumnya dan khususnya orang Islam Persia. Khalifah-khalifah Bani Umayyah bahkan menunjukkan sikap permusuhan dengan mereka. Bahkan derajat mereka diturunkan sebagai Mawali, yaitu orang yang sangat tergantung nasibnya pada majikannya, orang-orang Arab. Mereka mengeluh atas perlakuan itu dan memandangnya sebagai hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan ajaran Islam.
3. Pemerintahan yang tidak demokratis dan korup.
Dalam Perjanjian Amul Jamaah, Muawiyah bin Abu Sufyan bersedia memenuhi syarat yang diajukan Hasan bin Ali bahwa pemilihan khalifah sesudahnya akan dilakukan dengan musyawarah dan pemilihan yang demokratis dari umat Islam. Namun, Muawiyah mengingkari janji itu. Ia bahkan menunjuk anaknya, Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota. Hal ini berlangsung turun-temurun.
4. Persaingan antar suku
Sikap pilih kasih Bani Umayyah kembali memunculkan hal ini. Suku-suku Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Arab Utara yang disebut Arab Qaisy atau Madari dan bangsa Arab Selatan yang disebut Arab Yamani atau Himsyari. Dalam pertikaian itu, Bani Umayah mendukung suku Arab Yamani. Serangkaian peperangan yang terjadi antar suku Arab itu sangat memperlemah kekuatan Bani Umayah.