Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya Kerajaan Banten

Setelah Banten diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di Cirebon, dan lebih menekuni hal keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama, memerintah tahun 1552 - 1570. Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional.

Kehidupan Politik Kerajaan Banten

Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Adapun silsilah raja-raja Banten adalah berikut ini:
  1. Sultan Hasanuddin (1552 - 1570)
  2. Panembahan Yusuf (1570 - 1580)
  3. Maulana Muhammad (1580 - 1596)
  4. Abulmufakir (1596 - 1640)
  5. Sultan Ageng Tirtayasa (1651 - 1682)
  6. Sultan Haji (1682 - 1687)
Pada masa Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya karena sebagai kerajaan maritim, Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Banten

Kerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa.

Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada.

Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.

Kehidupan Sosial Kerajaan Banten

Sejak daerah Banten di Islamkan oleh Fatahillah, kehidupan sosial masyarakat secara perlahan mulai berlandaskan ajaran-ajaran atau hukum-hukum yang berlaku dalam agama Islam. Bahkan pengaruh Islam semakin berkembang ke daerah pedalaman setelah Kerajaan Banten dapat mengalahkan Kerajaan Hindu Pajajaran. Pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan. Mereka ini dikenal sebagai suku Baduy. Kepercayaannya disebut Pasundan Kawitan artinya Pasundan yang pertama. Mereka ini menolak pengaruh luar yang baru.

Kehidupan sosial Kerajaan Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa meningkat pesat, karena ia sangat memperhatikan kehidupan rakyat dan berusaha dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Usaha yang ditempuh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir Belanda dari Batavia walaupun gagal. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa berakhir, kehidupan sosial Kerajaan Banten semakin merosot karena Belanda ikut campur dalam tata pemerintahan Kerajaan Banten.

Kehidupan Budaya Kerajaan Banten


Dalam bidang kebudayaan yang merupakan peninggalan kerajaan Banten salah satunya adalah seni bangunan. Seni bangunan di Banten memperlihatkan adanya akulturasi dari berbagai kehidupan yang ada.

Salah satu contoh dari wujud akulturasi tersebut adalah tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud perpaduan antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam dan Eropa.

Yang perlu dicatat adalah arsitek Masjid Agung Banten tersebut bernama Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk mendirikan bangunan gaya Belanda (Eropa) seperti benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.