Setelah penguburan Rojik, kami duduk di teras pondok.

Sore ini mulai gerimis. Budir tampak menyeruput kopinya. Ia tampak gelisah.

"Aku sudah tidak tahan lagi berasa di tempat ini. Ayo, kita pergi dari sini! katanya. Jemarinya yang memegang gelas gemetar.

"Bagaimana dengan kontrak kita yang tinggal setahun lagi? Kan tanggung ..."

"Masa bodoh dengan kontrak itu! Kalau kita tetap bertahan, kita akan mati konyol di sini. Kau tidak lihat Rojik? Setelah seharian meriang, besok paginya ia kejang-kejang. Dan sore ini kita sudah menguburkannya!" kata Budir.

"Besok pagi-pagi aku akan pulang. Terserah kau mau tetap tinggal atau pulang bersamaku. Kalau aku lebih memilih hidup daripada kontrak itu!" ujar Budir yang lalu berdiri dan masuk ke dalam pondok.

Paginya benar saja. Saat aku bangun, aku tak mendapati Budir. Aku memanggil-manggil namanya. Tak ada jawaban. Kuperhatikan sekeliling, baju dan tas Budir juga tidak ada. Ternyata lelaki itu tak membuang waktu. Mungkin pagi-pagi sekali ia telah meninggalkan pondok. Sepeninggal Budir tak mungkin lagi aku tinggal lagi aku tinggal sendiri di belantara ini! Tinggal aku satu-satunya manusia yang akan mati. Berarti aku tak punya pilihan selain meninggalkan pondok ini.

Penyebab konflik dalam kutipan cerpen tersebut adalah
Tokoh aku tidak mau meninggalkan pondok.
Akibat konflik dalam kutipan tersebut adalah
Tokoh Budir meninggalkan tokoh Aku di pondok.