Suatu malam, pemuda desa berkumpul di pendopo.
Mereka mengadakan rapat persiapan festival. Mereka mengadakan rapat persiapan festival. Wicitra yang belum berkeluarga pun terundang. Ia dianggap bisa membantu pelaksanaan kegiatan. Apalagi kemampuannya dalam bermain musik dirasa dapat mengangkat suasana festival.
"Mas Wi, nak hadir di pendopo?" tanya Arif, tetangganya.
"Emm . . . bagaimana ya?"
"Ayolah, Mas.... ini baru pertama kali di kampung kita festival tabebuia. Nanti kita bisa terkenal. Bisa jadi objek wisata. Otomatis warga dapat mengangkat perekonomiannya. Bakat Mas Wi di bidang musik juga dapat tersalurkan."
"Apa benar bisa begitu?"
"Iya benar itu. Dana desa bisa digunakan untuk membangun panggung di ujung jalan sana. Sembari menikmati jajanan kaki lima dan cantiknya bunga tabebuia, ditambah piano atau biola Mas Wi . . . . Wah, bisa-bisa pengunjung tak hendak pulang."
"Bisa, sih. Tapi . . ."
"Tapi apa?"
"Jika tabebuia itu tidak ada."
Sejak itu, pemuda desa memilih tidak mengundang Wicitra. Musik klasik yang rencananya diisi dengan biola atau piano diganti dengan orkes Melayu. Lebih meriah dan tidak melibatkan Wicitra.
1. Sudut pandang dalam cerita tersebut adalah
orang ketiga tidak terbatas
2. Tokoh utama dalam kutipan tersebut memiliki karakter
egoistis
3. Amanat yang dapat diperoleh dari sikap tokoh Arif adalah
Tetaplah bersikap baik kepada orang lain meskipun ia tidak suka.
4. Permasalahan yang dihadapi tokoh dalam cerita tersebut adalah
ketidaksukaan terhadap tabebuia