Perbedaan Kedudukan Hadist dengan Alquran

Alquran dan As-sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, tetapi mempunyai beberapa perbedaan. Segala yang ditetapkan oleh Alquran bersifat absolut nilainya. Sedangkan apa yang ditetapkan Assunah tidak semuanya bernilai absolut, bahkan ada yang tidak boleh digunakan. Penerimaan seorang muslim terhadap Alquran dengan keimanan yang penuh.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum(dasar tasyri) sering menjadi bahan pembicaraan di kalangan para pemikir Islam. Hal ini disebabkan adanya kebijakan Nabi Muhammad SAW, yang pada dasarnya melarang para sahabat untuk menulis hadits.
Di samping itu sejarah membuktikan, bahwa As-Sunnah baru dibukukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Tepatnya usaha pengumpulan hadits secara resmi baru dimulai sekitar tahun 100 hijriyah(718 M), yaitu pada pemerintahan Umar bin Abdul Azis(717-720 M), khalifah ke delapan dari Dinasti Umayah. Sedangkan kitab hadits yang ditulis pada saat itu juga tidak sampai ke tangan kita sekarang. Buku-buku hadits yang sampai kepada kita sekarang adalah kitab-kitab hadits yang lahir pada periode-periode berikutnya. Kenyataan sejarah seperti ini penting disadari agar kita dapat memberikan penilaian yang wajar terhadap sumber hukum Islam yang kedua ini.
Namun demikian sulit bagi seseorang untuk menolak seluruh hadits yang ada sekarang , dan menjadikan Alquran sebagai sumber satu-satunya. Hal ini disebabkan perintah untuk  mengikuti ajaran serta perintah untuk mengikuti pola hidupnya adalah jelas menunjukkan bahwa perlunya orang Islam menggunakan As-Sunnah sebagai sumber hukum. Dari segi lain, apabila kita tidak menggunakan As-Sunnah  sebagai sumber hukum maka kita tidaka dapat melakukan shalat, ibadah haji, dan lain-lain, yang petunjuk teknis pelaksanaannya diterangkan oleh hadits yang tidak ada  dalam Alquran seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang yang dalam Alquran memakan bangkai adalah haram.
Nabi Muhammad SAW tidak memerintahkan untuk mencatat hadits bahkan melarang penulisan hadits pada masa itu karena kekhawatiran beliau kalau-kalau Al-Hadits bercampur dengan Alquran, yang pada waktu itu sedang dalam proses penulisan. Hal ini dibuktikan dengan adanya izin khusua dari Rasullulah untuk sahabat pada catatan pribadinya. Namun demikian suatu kecenderungan yang salah apabila kita menerima hadits, tanpa seleksi atau kritik.