Pak Kepala Kanwil berkata dengan pelan dan pasti,

namun cukup menusuk perasaan Setyani. Sosok pemimpin yang tegas dan kaku menurut Setyani itu, berulang kali mengucapkan kata-kata mutiara yang menyebalkan. Hati Setyani berletupan. "Ya, Bapak tidak mengalami sih, coba kalau istri Bapak yang harus memilih ultimatum itu. Bagaimana sikap Bapak? Bagaimana perasaan Bapak? Memang benar sebagai seorang pemimpin Bapak bersifat tegas. Tetapi, apakah tidak ada pertimbangan lain yang bersifat lebih manusiawi. Mengapa Bapak tidak menelusuri, mengapa suami-mu pindah? Apa alasan pindah tugas? Bapak hanya manyapu rata. Bapak hanya menyapu bersih, mengambil permukaan saja, tanpa mengikutsertakan perasaan. Yang ini telah dilupakan Bapak. Bukankah Bapak juga sebagai kepala rumah tangga yang dalam kesehariannya juga dikelilingi oleh anak dan istri yang setia? Di kantor memang Bapak pemimpin yang wibawa dan tegas. Tetapi, apakah salah jika dalam mengambil keputusan dan mengeluarkan dogma, Bapak mengikutsertakan sisi lain sebagai pertimbangan, yaitu nurani dan kemanusiaan misalnya. Semua permasalahan toh ada solusinya.
                 Sebuah Ultimatum, Susi Purwani

15. Amanat yang diungkapkan dalam penggalan cerpen tersebut adalah
Pengambilan keputusan hendaknya mempertimbangkan kemanusiaan.
16. Nilai norma yang terkandung dalam penggalan cerpen tersebut adalah
Pemimpin yang baik mengambil keputusan secara tegas dan mempertimbangkan kemanusiaan.